muhammadiyah gerakan sosial
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Muhammadiyah sendiri mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai
dasar untuk berjalan pada ranah sosial. Pembahasan mengenai Teologi Al-Ma’un
pun sering digalakkan. Hal ini sebagai telaah kritis terhadap gerakan sosial
yang dilakukan Muhammadiyah. Dan bisa kita lihat, bahwa saat ini Muhammadiyah
banyak mempunyai amal usaha, mulai dari pondok anak yatim, sekolah/lembaga
pendidikan, sampai rumah sakit pun ada. Ini sebagai pengejawantahan dari
interpretasi terhadap surat Al-Ma’un.
Muhammadiyah mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan
kemakmuran masyarakat yang diridhai Allah”. Dari
sini kita ketahui bahwa Muhammadiyah menghendaki terciptanya negara yang baik
dan penuh akan ampunan Allah. Inilah interpretasi dari ungkapan Islam adalah
agama rahmatan lil ‘alamin.
Bagaimana kita lihat kemudian Muhammadiyah
sejak didirikan oleh Kyai Dahlan, sampai kepemimpinan yang sekarang masih
berusaha untuk menjalin komunikasi yang baik, dan memberikan pelayanan sosial
terhadap masyarakat, fakir miskin dan yatim piatu. Hal inilah yang menjadi
penting dalam perkembangan Muhammadiyah.
Revitalisasi gerakan Muhammadiyah dapat dimaknai sebagai
proses penguatan kembali sistem paham dan jati diri sesuia dengan prinsip-prinsip
ideal gerakan menuju pada tercapainya kekuatan muhammadiyah sebagai gerakan
islam yang menjalakan fungsi dakwah dan tajdid menju terwujudnya masyarakat
islam yang sebenar-benarnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1.
Apa yang di maksud nilai-nilai
sosial kemanusiaan?
2.
Apa saja gerakan peduli pada fakir
miskin dan yatim piatu yang Muhammadiyah sudah lakukan?
3.
Bagaimanakah bentuk
dan model gerakan sosial muhammadiyah?
4.
Bagaimana revitalisasi gerakan
sosial muhammadiyah?
1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas
penulis berharap para pembaca dapat:
1.
Memahami nilai-nilai sosial
kemanusiaan.
2.
Mengerti dan ikut dalam gerakan
peduli pada fakir miskin dan yatim piatu.
3.
Memahami bentuk
dan model gerakan sosial muhammadiyah.
4.
Mengerti tentang revitalisasi
gerakan muhammadiyah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 NILAI-NILAI SOSIAL KEMANUSIAAN (TEOLOGI
AL-MA’UN)
Ayat yang menjadi landasan bagi gerakan-gerakan sosial dalam
Islam, itulah Al-Ma'un. Surah ini pendek, ayatnya tidak banyak, hanya sekitar
tujuh ayat. Tapi maknanya yang menggetarkan dada, tidak sekadar menjadi bacaan
di kala shalat fardhu, melainkan juga memberikan inspirasi-inspirasi untuk
melahirkan sebuah kesadaran kolektif: kesadaran atas realitas sosial yang
timpang. Al-Maun dibuka dengan sebuah pertanyaan lebih tepatnya “sindiran”:
Tahukah engkau dengan para pendusta agama? Frase yang digunakan oleh Al-Qur'an
terasa sangat menohok: "pendusta agama". Kita tentu akan penasaran
siapakah mereka yang dihardik oleh Al-Qur'an dengan ungkapan "pendusta
agama" itu?
Ayat kedua dan ketiga memberikan penjelasan. Pertama, orang
yang menghardik anak yatim (ayat 2). Kedua, menolak memberi makan orang miskin
(ayat 3). Buya Hamka memberi tafsir atas ayat ini dengan kata
"menolakkan". Di dalam ayat kedua tertulis yadu'-'u
(dengan tasydid), artinya yang asal ialah menolak. Kata tersebut ditafsirkan
orang lain dengan "menghardik" atau sejenisnya, tetapi kata Hamka
yang lebih tepat adalah "menolakkan". Kata "menolak" itu
bermakna membayangkan kebencian yang sangat. Artinya, jika seseorang
merasa benci dengan anak yatim karena keyatimannya, berarti ia mendustakan
agama. Sebabnya ialah rasa sombong dan rasa bakhil, menurut Hamka. Membenci
anak yatim berarti membenci keberasalan Nabi Muhammad. Sebab, Nabi adalah anak
yatim, yang dipinggirkan oleh keluarganya, hidup dengan menggembala, berkutat
dengan kemiskinan di masa kecilnya.
Islam adalah agama yang sangat menghargai kesetaraan
egaliterisme. Islam menolak stratifikasi sosial-ekonomis yang berarti
meminggirkan orang miskin dan anak yatim dalam sistem sosial yang bertingkat.
Anak yatim adalah mereka yang malang, tak mampu mengelak dari takdir bahwa
kasih sayang yang ia terima akan jauh, disebabkan oleh ayah dan ibu mereka yang
telah tiada. Atau, tidak memberi porsi perhatian kasih-sayang pada kita.
Menghardik anak yatim adalah refleksi kesombongan diri, merasa diri lebih baik dan Allah menolak kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan bakhil seperti kata Hamka dengan menghardik anak yatim sebagai simbolisasi, patut diucap sebagai "pendusta agama".
Menghardik anak yatim adalah refleksi kesombongan diri, merasa diri lebih baik dan Allah menolak kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan bakhil seperti kata Hamka dengan menghardik anak yatim sebagai simbolisasi, patut diucap sebagai "pendusta agama".
Dan ini menunjukkan pula bahwa Islam memiliki visi
kemanusiaan. Dan visi kemanusiaan ini harus diterjemahkan ke dalam amal nyata
atau kehidupan sehari-hari. Dengan memberi makan orang miskin yang memerlukan.
Mengutamakan sifat individualis, berarti seseorang telah melanggar visi
kemanusiaan. Ialah "pendusta agama". Agama bukan hanya bersifat
vertikal, terkungkung dan terpenjara di mesjid. Agama ialah kemanusiaan yang
membebaskan dan mencerahkan.
Itulah potret-potret pendusta agama. Ayat berikutnya, dengan
lebih lantang, mengatakan pada kita: “Maka celakalah orang-orang yang salat!
Bagaimana mungkin, pengabdian transendental seorang muslim, melalui shalatnya
kepada Allah, disebut sebagai perbuatan yang tidak hanya sia-sia, tapi juga
mencelakakan?”
Ada tiga parameter celakanya (wail) orang-orang yang shalat
(ayat 4-7). Pertama, mereka yang lalai dalam shalatnya (ayat 5). Kedua, mereka
yang berbuat riya' (ayat 6). Ketiga, mereka yang menolak memberi pertolongan.
Buya Hamka menafsirkan bahwa "lalai" berarti shalat tanpa diikuti
oleh kesadaran sebagai hamba Allah. Kata Buya Hamka: "Saahuun; asal arti
katanya ialah lupa. Artinya dilupakannya apa maksud sembahyang itu, tidak
didasarkan atas pengabdian kepada Allah, walau ia mengerjakan ibadah. Ibadah
tanpa kesadaran, adalah sebuah kelalaian, begitu tafsir Buya Hamka. Kesadaran
penting, manakala kita melakukan purifikasi atas niat beribadah itu.
Mereka yang berbuat riya' berarti menodakan niat ikhlasnya
pada sesuatu yang bukan pada Allah. Menisbatkan sesuatu yang seharusnya
dipersembahkan pada Allah misalnya: shalat dan ibadah justru kepada benda
ciptaan Allah. Shalat dalam kerangka ini hanya membawa kecelakaan. Kata Buya
Hamka, kadang-kadang dia menganjurkan memberi makan fakir miskin, kadang-kadang
kelihatan dia khusyu' sembahyang; tetapi semuanya itu dikerjakannya karena
ingin dilihat, dijadikan reklame. Dalam bahasa yang lebih moderen, shalat hanya
dijadikan citra untuk kekuasaan, untuk amal keduniaan.
Menolak memberi pertolongan adalah bentuk kezaliman yang
lain lagi. Orang-orang yang mendustakan agama selalu mengelakkan dari menolong.
Sebab, kata Buya Hamka tidak ada rasa cinta di dalam hatinya, yang ada ialah
rasa benci. Memberi pertolongan adalah wujud kemanusiaan. Dan menolak memberi
pertolongan, membiarkan orang lain dalam kesusahan, melawan hakikat
kemanusiaan. Riya', kata Buya Hamka, adalah simbol kebohongan dan kepalsuan,
sementara menolak memberi bantuan adalah simbol individualisme dan kezaliman.
Dua-duanya, adalah refleksi pendusta-pendusta agama. Sehingga, wajar jika
Sayyid Quthb dalam tafsirnya menyebut bahwa Al-Ma'un memperlambangkan pertemuan
dimensi sosial dan ritual agama. Ini menunjukkan bahwa agama pada hakikatnya
bersifat transformatif, mewujud ke seluruh sel-sel kehidupan nyata.
Maksud mengamalkan surat al-Ma’un. Menurut beliau, mengamalkan
bukan sekadar menghafal atau membaca ayat tersebut. Namun, mengamalkan berarti
mempraktikkan al-Ma’un dalam bentuk amalan nyata. “Oleh karena itu",
lanjut KH Ahmad Dahlan, “carilah anak-anak yatim, bawa mereka pulang ke rumah,
berikan sabun untuk mandi, pakaian yang pantas, makan dan minum, serta berikan
mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu pelajaran ini kita tutup, dan
laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada kalian". KH Ahmad Dahlan
lantas mengajak murid-muridnya mencari anak yatim, dan kemudian melaksanakan
apa yang sudah difirmankan Allah tersebut. Dari sana, lahirlah Muhammadiyah
dengan amal usahanya. Inilah teologi Al-Ma'un, landasan bagi gerakan sosial
Islam. Dan dimensinya yang universal menembus batas jama'ah, menembus batas ormas,
bahkan menembus batas-batas agama.
2.2 GERAKAN PEDULI PADA FAKIR MISKIN DAN YATIM
PIATU
Gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu salah
satunya adalah berzakat. Di jelaskan dalam Surat At-Taubah : 60 tentang kelompok penerimaan zakat, fakir miskin dan yatim piatu
termasuk golongan yang wajib menerima zakat. Karena anak yatim dan yatim piatu adalah anak yang ditinggal
meninggal oleh orang tuanya
baik ayahnya atau ibunya atau keduanya dan belum dewasa serta belum dapat
mencari nafkah sendiri.
Sedangkan fakir miskin adalah
golongan yang tidak mendapati sesuatu yang mencukupi kebutuhan mereka. Ada yang
mencontohkan bahwa fakir itu pendapatan sehari-hari kurang dari separuh
kebutuhannya, sedangkan miskin pendapatannya kurang dari kebutuhannya tetapi
pendapatannya diatas 50% kebutuhannya namun masih kurang.
Muhammadiyah adalah institusi dan
institusionalisasi teologi Al-Ma’un yang diharapkan perduli pada kaum tersebut dalam mengikis problematika social.
Muhammadiyah dalam praktisi sosial dengan pemihakan terhadap kaum mustadl’afin, dhuafa, masakin, dan anak yatim, mengilhami Muhammadiyah
untuk mendirikan banyak lembaga pendidikan, panti asuhan, rumah sakit, dan
tempat layanan sosial lainnya. Pendirian tempat layanan sosial adalah
kepedulian Muhammadiyah kepada kaum miskin dan kepentingan umat.
Dalam realitas keseharian dapat
disaksikan banyak orang kaya Islam khusyuk merata dahi di atas sajadah,
semantara di sekitarnya banyak tubuh layu kekurangan gizi dan di grogoti
penyakit. Banyak orang rajin beribadah padahal
kemiskinan,kebodohan,kelaparan,dan kesulitan mendera saudara-saudaranya. Fakta
dan realitas kemiskinan adalah wajah lain dehumanisasi. Kemiskinan terjadi
akibat kemungkaran sosial dan dosa sosial akut. Ia bukan masalah individu, tetapi
masalah bersama yang harus di cari jalan keluarnya. Dalam kontek ini
muhammadiyah dapat memainkan peran strategis, dengan member sumbangsi nyata
terhadap masyarakat.
2.3 BENTUK DAN MODEL GERAKAN SOSIAL MUHAMMADIYAH
Bidang-bidang yang terdapat dalam
gerakan sosial muhammadiyah, diantaranya:
1. Bidang
Pendidikan
Dalam bidang pendidikan misalnya, hingga tahun 2000
ormas Islam Muhammadiyah telah memiliki 3.979 taman kanak-kanak, 33 taman
pendidikan Al-Qur’an, 6 sekolah luar biasa, 940 sekolah dasar, 1.332
madrasahdiniyah/ibtidaiyah, 2.143 sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP dan
MTs), 979 sekolah lanjutan tingkat atas (SMA,MA, SMK), 101 sekolah kejuruan, 13
mualimin/mualimat, 3 sekolah menengah farmasi, serta 64 pondok pesantren. Dalam
bidang pendidikan tinggi, hingga tahun ini Muhammadiyah memiliki 36
universitas, 72 sekolah tinggi, 54 akademi, dan 4 politeknik. Nama-nama seperti
Bustanul Athfal/TK Muhammadiyah, SD Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah, SMA
Muhammadiyah, SMK Muhammadiyah, dan Universitas Muhammadiyah bermunculan di
berbagai daerah.
2.
Bidang
Kesehatan
Dalam amal usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah
dan terus mengembangkan layanan kesehatan masyarakat, sebagai bentuk
kepedulian. Balai-balai pengobatan seperti rumah sakit PKU (Pembina Kesejahteraan
Umat) Muhammadiyah, yang pada masa berdirinya Muhammadiyah bernama PKO
(Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai meningkat baik kuantitas maupun
kualitasnya. Berdasarkan buku Profil dan Direktori Amal Usaha Muhammadiyah
& ‘Aisyiyah Bidang Kesehatan pada tahun 1997, sebagai berikut:
a. Rumah sakit
berjumlah 34
b. Rumah
bersalin berjumlah 85
c. Balai
Kesehatan Ibu dan Anak berjumlah 504. Balai Kesehatan Masyarakat berjumlah 115
d. Balai
Pengobatan berjumlah 846
e. Apotek dan
KB berjumlah 4
3. Bidang
Kesejahteraan Sosial
Hingga tahun 2000 Muhammadiyah telah
memiliki:
a. 228 panti asuhan yatim
b. 18 panti jompo
c. 22 balaikesehatan sosial
d. 161 santunan keluarga
e. 5 pantiwreda/manula
f. 13 santunan wreda/manula
g. 1panti cacat netra
h. 38 santunan kematian
i. serta 15
BPKM (Balai Pendidikan Dan Keterampilan Muhammadiyah).
4. Bidang
Kaderisasi
Dalam bidang
kaderisasi Muhammadiyah telah melakukan program diantaranya:
a. Peningkatan
kualitas pengkaderan
b. Melaksanakan
program pengkaderan formal dan informalsecara berkelanjutan
c. Menyelenggaraka
baitul arqam dan darul arqam Muhammadiyah
d. Tranformasi
kader per jenjang dan per generasi
e. Sinergi
Building antar unit persyarikatan untuk kaderisasi
Contoh kaderisasi/organisasi dalam Muhammadiyah: aisyiyah, pemuda muhammadiyah, IPM, IMM, Tapak Suci Muhammadiyah.
2.4
REVITALISASI GERAKAN MUHAMMADIYAH
Revitalisasi merupakan salah satu jenis atau bentuk perubahan
(transformasi) yang mengandung proses penguatan, meliputi peneguhan terhadap
aspek-aspek yang selama ini dimiliki (proses potensial) maupun dengan melakukan
pengembangan (proses aktual) menuju pada keadaan yang lebih baik dan lebih maju
dari kondisi sebelumnya. Revitaliasi sebagai proses perubahan yang direncanakan
meliputi tahapan-tahapan penataan, pemantapan, peningkatan dan pengembangan
yang dilakukan secara berkesinambungan.
Langkah-langkah
revitalisasi gerakan muhammadiyah yaitu melakukan penguatan seluruh aspek gerakan dan menggerakkan segenap potensi Muhammadiyah dalam menjalankan amanat
Muktamar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memperluas peran Muhammadiyah dalam dinamika
kehidupan masyarakat di daerah lokal,
nasional, dan global dengan menjalankan fungsi dakwah dan tajdid serta
mengembangkan ukhuwah dan kerjasama dengan semua pihak yang membawa pada
pencerahan dan kemaslahatan hidup.
2. Meneguhkan dan mewujudkan kehidupan Islami
sesuai dengan paham agama dalam Muhammadiyah yang mengedepankan uswah hasanah
dan menjadi rahmat bagi kehidupan.
3. Mengembangkan pemikiran Islam sesuai dengan
prinsip Manhaj Tarjih dan ijtihad yang menjadi acuan/pedoman Muhammadiyah.
4. Pengembangan infrastruktur dan perbaikan
sistem pengelolaan organisasi yang mampu menjalankan fungsi-fungsi gerakan dan
semakin mengarah pada pencapaian tujuan Muhammadiyah.
5. Mendinamisasi kepemimpinan Persyarikatan di
semua tingkatan (Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting).
6. Peningkatan kualitas dan memperluas jaringan
amal usaha Muhammadiyah menuju tingkat kompetisi dan kepentingan misi
Persyarikatan yang tinggi, serta menjadikannya sebagai pelaksana usaha yang
terikat dan memiliki ketaatan pada kepemimpinan Persyarikatan.
7. Pengembangan model-model kegiatan/aksi yang
lebih sensitif terhadap kepentingan-kepentingan
aktual/nyata umat, masyarakat, dan dunia kemanusiaan
dengan pengelolaan yang lebih konsisten.
8. Menggerakkan seluruh potensi angkatan muda dan
organisasi otonom Muhammadiyah sebagai basis kader dan pimpinan Persyarikatan.
9. Meningkatkan bimbingan, arahan, dan panduan
kepada seluruh tingkatan pimpinan dan warga Muhammadiyah.
10. Menggerakkan kembali Ranting dan jamaah
sebagai basis gerakan Muhammadiyah.
Macam macam aspek revitalisasi
gerakan yaitu:
1. Revitalisasi Teologis
Revitalisasi teologis menyangkut ikhtiar merekonstruksi atau menafsir ulang
pemikiran-pemikiran dasar kegamaan (keislaman) dalam muhammadiyah sebagaimana
prinsip-prinsipnya tentang agama islam, dunia, ibadah sabilullah dan ijtihad.
Dalam revitalisasi teologis ini dapat dikaji ulang dan dirumuskan epistemologi
keislaman Muhammadiyah seperti tentang kalam (falsafah) atau pandangan ke-Tuhanan, pandangan tentang Fiqih, dan pemikiran-pemikiran keislaman lainnya.
2. Revitalisasi Ideologis
Revitalisasi ideologis menyangkut penyusunan ulang dan penguatan sistem paham disertai langkah-langkah pelembagaannya yang menjadi
landasan membangun kesadaran dan ikatan kolektif dalam memperjuangkan gerakan muhammadiyah. Pemikiran dasar Kyai Dahlan, 12 lagkah dari Kyai Mas Mansur, muqaddimah anggaran dasar,
kepribadian muhammadiyah, matan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah,
khittah perjuangan muhammadiyah, dan pedoman hidup islami warga muhammadiyah
merupakan rujukan dasar sekaligus perlu disistematisasi dalam konsep terpadu sehingga menjadi basis ideologi gerakan muhammadiyah yang mengikat seluruh
anggota muhammadiya dalam melaksanakan gerakan. Ketika dirasakan adanya krisis
kemuhammadiyahan, maka krisis tersebut harus
dibaca dalam konteks pelemahan ideologis di kalangan muhammadiyah karena
tuntutan-tuntutan dan pertimbangan-pertimbangan yang biasanya serba pragmatis.
3. Revitalisasi Pemikiran
Revitalisasi pemikiran menyangkut upaya mengembangkan wawasan
pemikiran seluruh anggota, termasuk kader dan pemimpin, baik mengenai format
pemikiran muhammadiyah sebagai gerakan islam yang bercorak dakwah dan tajdid,
maupun dalam memahami permasalahan-permasalahan dan perkembangan kehidupan tingkat lokal, nasional, dan global. Dikotomi yang keras
tentang pemikiran literal versus liberal, pemurnian versus pembaruan atau pengembangan, ekslusif versus inklusif, organisasi versus
alam pikiran, structural versus cultural menggambarkan masih terperangkapnya
sebagian kalangan dalam muhammadiyah mengenai orientasi pemikiran pada wilayah
orientasi atau paradigm yang sempit atau terbatas. Sejauh menyangkut pemikiran
perlu dijelaskan domain relativitas setiap pemikiran agar tidak terjadi pengabsolutan setiap pemikiran, lebih-lebih jika klaim pemikiran
tertentu dijadikan alat pemukul dan saling menegaskan terhadap pemikiran yang
lain, sehingga yang terjadi ialah perebutan dominasi dan bukan sikap tasamuh.
4. Revitalisasi Organisasi
Revitalisasi organisasi berkaitan dengan perbaikan-perbaikan sistem pengelolaan kelembagaan persyarikatan
seperti menyangkut penataan struktur dan fungsi organisasi, birokrasi,
pengelolaan dan pelayanan administrasi, hingga pengembangan organisasi yang
mengarah pada peningkatan kualitas, efisiesnsi-efektivitas, dan menjadikan
organisasi sebagai instrument gerakan untuk kemajuan dan pencapaian tujuan
Muhammadiyah.
5. Revitalisasi Kepemimpinan
Revitalisasi kepemimpinan merupakan langkah penguatan kualitas fungsi
efektivitas pimpinan persyarikatan diseluruh lini, termasuk di lingkungan
organisasi otonom dan amal usaha, yang secara langsung menjadi kekuatan dinamik
dalam menggerakan muhammadiyah. Kepemimpinan muhammadiyah juga tidak cukup
dokonstruksi dengan idealis normative semata seperti mengenai hak akhlaq dan
standar-standar idela kepemimpinan, tetapi juga harus disertai format
aktualisasi Kepemimpinan yang nyata (bukan Kepemimpinan yang berumah diatas
angin tetapi harus membumi), karena kepemimpinan Muhammadiyah merupakan
kepemimpinan sistem dan bukan Kepemimpinan figure. Faktor figure pun tidak
dapat dikonstruksikan sekadar dari kejauhan sebagaimana konsep kepemimpinan
pesona Ratu adil. Kepemimpinan Muhammadiyah juga bukan sekadar domain diniyyah
(aspek-aspek kemampuan aktual dalam mengelola kehidupan yang di pimpin),
sehingga dapat menjalankan misi kerisalahan islam.
6. Revitalisasi Amal Usaha
Revitalisasi amal usaha menyangkut pengembangan kualitas amal usaha
Muhammadiyah diberbagai bidang yang dapat tumbuh diatas misi dan visi gerakan
sekaligus dapat memenuhi hajat hidup masyarakat. Amal usaha Muhammadiyah bukan
ladang mencari nafkah bagi para penghuninya, tetapi harus menjadi sarana atau
media dakwah dan perwujudan misi Persyarikatan.
7. Revitalisasi Aksi
Revitalisasi aksi menyangkut pengembangan model-model kegiatan atau
aktivitas gerakan Muhammadiyah yang secara langsung dapat memenuhi kepentingan
masyarakat luas dengan misi dakwah dan tajdid seperti dalam pemberdayaan ekonomi
kaum miskin, advokasi kaum marjinal dan tertindas, memperkuat, potensi dan
peran masyarakat madani, advokasi lingkungan hidup, resolusi konflik gerakan
anti kekerasan, gerakan anti korupsi, kegiatan-kegiatan pembinaan umat yang
bercorak partisipatif, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya semangat etos
Al-Maun.
Komentar
Posting Komentar