KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah
ini di antaranya:
- Apa latar belakang dirumuskannya Keyakinan dan Cita-cita Muhammadiyah
- Apakah pengertian dari Matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah ?
- Bagaimanakah Sistematika dan Pedoman Untuk Memahami Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah ?
2
|
|||
|
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
A. Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah (KCHM)
1. Latar Belakang di rumuskannya KCHM
Matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah diputuskan
oleh Tanwir Muhammadiyah tahun 1969 di Ponorogo, dalam rangka melaksanakan
amanat Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di Yogyakarta. Kemudian oleh
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, matan ini diubah dan disempurnakan khususnya pada
segi peristilahannya berdasarkan Amanat dan Kuasa Tanwir Muhammadiyah Tahun
1970.
Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 berlangsung di
Yogyakarta dengan bertemakan “Tajdid Muhammadiyah” atau Pembaharuan
Muhammadiyah. Adapun yang di maksud dengan tajdid Muhammadiyah adalah
mengadakan pembaharuan dalam berbagai bidang meliputi: Ideology atau
keyakinan dan cita-cita hidup, Khittah Perjuangan, Gerak dan Amal Usaha,
Organisasi dan Sasaran.
Pada akhir periode “Nasakom” atau periode “Demokrasi
Terpimpin” (5 Juli 1959-11 Maret 1966) bangsa Indonesia pada umumnya, termasuk
juga Persyarikatan Muhammadiyah menghadapi persoalan politik yang sangat
dilematik. Pada periode ini kehidupan politik Negara ditandai dengan
menyoloknya dominasi PKI dalam seluruh aspek kehidupan bernegara.
3
|
Di awal periode Nasakom PKI dengan sukses dapat
menghancurkan kekuatan partai Politik lawan tangguhnya, yaitu partai Masyumi
dan partai Sosialis Indonesia (PSI). Dengan menggunakan tangan presiden, kedua
partai ini dipaksa harus membubarkan diri karena dituduh terlibat baik secara
langsung atau tidak langsung dalam pemberontakan PRRI di Sumatra Barat. Dengan
telah bubarnya kedua partai ini PKI merasa lebih leluasa lagi dalam melakukan
kiprah politiknya, karena tidak ada lagi kekuatan politik yang akan
menghadangnya. Manuver demi manuver politik PKI dikembangkan secara sistematik.
Pada penggal kedua periode Nasakom PKI membagi kekuatan social politik di
Indonesia menjadi dua kelompok, yaitu kekuatan progresif revolusioner, kekuatan
yang mendukung pemerintah dan menyetujui terhadap seluruh kebijakan politik
Negara seperti setuju bahwa revolusi Indonesia belum selesai, mendukung sistem
demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, mendukung poros Jakarta-Pnom Pen-
Beijing dan sebagainya.
Untuk menggalang seluruh kekuatan progresif revolusioner ini
pemerintahan Nasakom atas ide dan usul PKI juga membentuk lembaga politik
semiformal yang dikenal dengan nama “Front Nasional”, suatu lembaga semacam
mesin politik orde Nasakom yang kegiatannya hanya terbatas memberi dukungan
politik terhadap semua kebijakan pemerintah. Sedang terhadap semua kekuatan
yang tidak menyetujui terhadap berbagai kebijakan politik Negara seperti di
atas, yang ditengarai dengan tidak bersedianya mereka masuk ke dalam Front
Nasional, mereka dikelompokkan ke dalam barisan kontra Revolusi atau lebih
terkenal dengan singkatan Barisan Kontrev. Terhadap kelompok ini bagi PKI tidak
ada sikap lain kecuali harus diganyang dan dihancurkan dengan berbagai cara.
“Roda-roda Revolusi”akan menggilas seluruh barisan kontrev, itulah semboyan
yang selalu didengungkan oleh PKI yang berlindung di balik lembaga “Front
Nasional”.
Menghadapi pilihan masuk atau tidak masuk dalam lembaga situasi
seperti ini, bagi Muhammadiyah benar-benar di rasakan sebagai suatu persoalan
yang sangat dilematis. Kalau Muhammadiyah memiliki opsi pertama, yaitu masuk
kedalam front nasional, Muhammadiyah akan selamat dari berbagai macam
rongrongan dan fitnah, namun jelas sekali bahwa front nasional adalah merupakan
lembaga politik, suatu lembaga yang teori perjuangannya bertolak belakang
dengan Gerakan Dakwah Islam, Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Sebaliknya kalau
Muhammadiyah memilih opsi yang kedua pasti akan dikategorikan ke dalam kelompok
kontra revolusi, suatu kekuatan yang akan dihancurkan oleh barisan progresif
revolusioner dan akan digulung sampai ke akar-akarnya oleh roda-roda revolusi.
Menghadapi dua pilihan yang sama-sama pahitnya di atas, Muhammadiyah dalam mengambil
keputusannya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.
Surat An-Nahl-16:106
“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah ia beriman (dia akan mendapatkan
murka dari Allah), kecuali orang yang dipaksa kufur, padahal hatinya tetap
tenang/konsisten dalam keimananya (dia tidak berdosa atas keterpasaanya itu).
Akan tetapi orang yang lapang dadanya (tidak sangat terpaksa) untuk kekafiran,
maka kemurkaan Allah akan menimpanya dan baginya azab yang besar”.
b. Demi keselamatan Persyarikatan
dengan seluruh Amal Usahanya
Muhammadiyah mempertimbangkan, bahwa
seandainya dalam situasi yang demikian gawatnya Muhammadiyah tetap konsisten
dengan kepribadianya, yang berarti tidak mau masuk
ke
dalam Front Nasional, jelas akibat yang harus ditanggungnya teramat berat.
Bagaimanakah akibat yang harus dihadapinya, kalau pada akhirnya Muhammadiyah
dipaksa harus membubarkan diri, dan akhirnya Persyarikatan Muhammadiyah
benar-benar bubar? Sudah dapat diperkirakan bahwa hal itu akan mengakibatkan
seluruh aset Muhammadiyah yang asalnya dari amal jariyah, wakaf, hibah, atau
hasil pembelian dan sebagainya pasti akan dijarah rayah oleh orang-orang yang
tidak bertanggungjawab. Berbagai lembaga yang dimiliki Muhammadiyah, seperti
sekolah, Rumah Sakit, Panti Asuhan dan sebagainya pasti akan menjadi terlantar
tidak ada yang mengelolanya dan sebagainya.
Dengan pertimbangan seperti di atas,
serta mengingat akan misinya dalam prespektif jangka panjang akhirnya
Muhammadiyah terpaksa harus melakukan semacam “taqiyah” ketika memasuki Front
Nasional, yaitu dengan cara menyembunyikan keyakinan yang sebenarnya.
Untuk kedua kalinya setelah
melakukan pemberontakan terhadap Negara Republik Indonesia pada tahun 1948 yang
terkenal dengan nama “Pemberontakan PKI Madiun” pada tanggal 30 september
1965-PKI melakukan coup d’tat, perebutan kekuasaan dengan kekerasan,
yang terkenal dengan “Pemberontakan G 30 S PKI”. Pemberontakan yang dirancang
dan digerakan sepenuhnya oleh PKI dibawah pimpinan DN Aidit-Nyoto ini diikuti
dengan membantai beberapa jendral ABRI (TNI) dengan sangat kejam sekali, yang
secara signifikan direpresentasikan lewat “Peristiwa Lubang Buaya”.
Menghadapi pemberontakan dan makar
tersebut, secara spontan seluruh kekuatan non-komunis, dengan penuh semangat
bangkit menghadapi dan melawan PKI. Di kalangan pelajar dan mahasiswa mereka
berhimpun dalam “KAPPI” dan “KAMI”, sementara seluruh kekuatan social politik
non komunis, termasuk di dalamnya Muhammadiyah berhimpun dalam wadah “Front
Pancasila”. Dengan dipelopori antara lain oleh KAMI dan KAPPI rakyat Indonesia
mengumandangkan tiga tuntutan kepada Pemerintah yang terkenal dengan singkatan
“TRITURA”, yaitu : Bubarkan PKI dan seluruh organisasi pendukungnya, Bubarkan
Kabinet 100 menteri dan Turunkan harga barang.
Dengan cepat sekali Pemberontakan
PKI dapat dilumpuhkan, dan atas desakan yang sangat kuat dari seluruh kekuatan
bangsa Indonesia non komunis akhirnya pemerintah membubarkan PKI dengan seluruh
organisasi onderbouw-nya di seluruh wilayah Indonesia, serta dinyatakan
sebagai Partai/organisasi terlarang. Pembubaran PKI yang dilakukan oleh
pemerintah ini kemudian dikukuhkan oleh siding MPRS lewat Tap.MPRS/XXV/1966.
Dengan berakhirnya rezim Nasakom, Negara dan bangsa Indonesia memasuki babakan
baru, bertekad untuk menata kembali kehidupan bernegara dan berbangsa dengan
tatanan baru berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Tatanan dan sikap mental bangsa Indonesia seperti inilah yang
kemudian dikenal dengan istilah “Orde Baru” di mana orde ini oleh Adi Sasono
(ketua umum ICMI) dinamakan juga sebagai “Orde Anti Komunis”. Penataan kembali
kehidupan bernegara di atas landasan UUD’45 dimulai dengan menata berbagai
lembaga kenegaraan seperti lembaga legislative, eksekutif, yudikatif dan lain
sebagainya yang bersih dari berbagai elemen komunis.
Muhammadiyah sebagai salah satu
ekponen Orde Baru bersama-sama dengan ekponen lainya seperti NU, PSII, Perti,
PNI,IPKI, Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia, Murba dan berbagai kekuatan
lainnya yang tergabung dalam Front Pancasila dengan telah usainya melawan PKI
secara beramai-ramai melakukan “kenduri politik” dan dalam kenduri politik ini
termasuk Muhammadiyah secara kelembagaan mendapatkan “Nasi Kenduri Politik”
berupa mendapatkan jatah untuk duduk sebagai anggota DPRGR/MPRS, DPRD,
mendapatkan jatah “kursi menteri”, dan sebagainya.
Dengan demikian memasuki awal
periode orde baru ini secara resmi Muhammadiyah terlibat kembali dalam kegiatan
politik praktis, hingga oleh karenanya Muhammadiyah mendapat julukan baru
sebagai “ORMASPOL”, artinya Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan yang
berpolitik praktis.
Menyimak dari sejarah yang dilalui
oleh Muhammadiyah pada periode Nasakom, maupun di awal orde baru, jelas sekali
bahwa Muhammadiyah telah terlibat secara signifikan ke dalam “dunia” yang
sesungguhnya bukan dunianya, yaitu masuk dalam perangkap “dunia politik
praktis”. Sadar atau tidak sadar pada saat itu Muhammadiyah telah terseret oleh
arus politik yang sangat kuat sekali, hingga mengakibatkan Muhammadiyah
kehilangan jati dirinya selaku “Gerakan Dakwah Islam, Amar Ma’ruf Nahi Munkar”.
Muktamar Muhammadiyah ke 37 yang
berlangsung di Yogyakarta pada tahun 1967 merupakan muktamar yang pertama kali
setelah Indonesia memasuki zaman Orde Baru. Beberapa saat menjelang
berlangsungnya muktamar para pimpinan dan tokoh-tokoh Muhammadiyah melakukan
semacam muhasabah, otokritik, mulat sarira hangroso wani, terhadap berbagai
langkah persyarikatan yang dirasa cukup mengganjal, baik di akhir periode
Nasakom maupun di awal Orde Baru. Di kedua penggal sejarah ini Muhammadiyah
telah melakukan kebijakan yang sama sekali keliru, yang semestinya tidak harus
dilakukan. Oleh karena itu bersamaan akan dilaksanakannya Muktamar,
Muhammadiyah perlu melakukan koreksi total terhadap berbagai langkah yang telah
dilakukannya. Tekad ini menjadi tekad dari seluruh pimpinan Muhammadiyah, dan
untuk itu dalam Muktamar yang akan segera digelar perlu melakukan gerakan
tajdid atau pembaharuan dalam berbagai aspek, termasuk juga tajdid dalam bidang
ideology. Tajdid pada bidang ideology akhirnya menjadi salah satu keputusan
muktamar, yang terkenal dengan istilah “Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhammadiyah”.
B.
Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup
Muhammadiyah (Keputusan Tanwir tahun 1969 di Ponorogo)
1.
Muhammadiyah adalah Gerakan berazas
Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan
khalifah Allah di muka bumi.
2.
Muhammadiyah berkeyakinan bahwa
Islam adalah agama Allah yang di wahyukan kepada rasulnya sejak nabi Adam,
Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada nabi penutup Muhammad SAW.
3.
Muhammadiyah dalam mengamalkan islam
berdasarkan:
a.
Al Qur’an : Kitab Allah yang di
wahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
b. Sunah Rasul : penjelasan dan
pelaksanaan ajaran-ajaran Al Qur’an yang di berikan oleh nabi Muhammad saw.
Dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran islam.
4.
Muhammadiyah bekerja untuk
terlaksananya ajaran-ajaran islam yang meliputi bidang-bidang:
a.
Akidah
b. Akhlak
c.
Ibadah
d. Muamalah Duniawiyah
4.1 Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
akidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah
dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran islam.
4.2 Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
nila-nilai akhlak mulia dengan berpedoman pada ajaran-ajaran Al Qur’an dan
sunah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
4.3 Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
ibadah yang di tuntunkan oleh rasulullah saw tanpa tambahan dan perubahan dari
manusia.
4.4 Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
muamalat duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan
berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini
sebagai ibadah kepada Allah SWT.
5.
Muhammadiyah mengajak segenap
lapisan bangsa Indonesia untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara
yang adil, makmur dan di ridhoi Allah SWT. Baldatun thayyibatun wa rabbun
ghafur
C. Sistematika dan Pedoman Untuk
Memahami Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
1. Sistematika
Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah terdiri dari lima (5)
angka.
Lima
(5) angka tersebut dibagi menjadi 3 kelompok.
KELOMPOK
KESATU :
Mengandung
pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologis (terdiri dari nomor 1 dan 2).
KELOMPOK
KEDUA:
Mengandung
pokok-pokok persoalan mengenai faham agama menurut Muhammadiyah (terdiri dari
nomor 3 dan 4).
KELOMPOK
KETIGA:
Mengandung
persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah dalam masyarakat Negara
Republik Indonesia (terdiri dari nomor 5).
2. Pedoman untuk memahami “Keyakinan
dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah” (KCHM) memuat hal-hal sebagai berikut :
a. Ideology
Istilah ideology dibentuk oleh kata ‘ideo’ yang artinya pemikiran, khayalan,
konsep, atau keyakinan dan ‘logoi’ artinya logika, ilmu atau pengetahuan.
Secara harfiah ideology berarti pengetahuan tentang ide, keyakinan atau tentang
berbagai gagasan. Destutt de Tracy (1796-Perancis) mengartikan ideology sebagai
‘science of ideas’, di mana di dalamnya ideology dijabarkan sebagai sejumlah
program yang diharapkan membawa perubahan institusional dalam suatu
masyarakat.
Selanjutnya ia menyatakan bahwa pada setiap ideology pasti mengandung tiga
unsur, yaitu :
a) Adanya suatu penafsiran terhadap
kenyataan atau realitas (interpretasi). Dalam hal ini Kuntowibisono
mengistilahkanya dengan keyakinan, setiap ideology selalu menunjuk adanya
gagasan-gagasan vital yang sudah diyakini kebenaranya untuk dijadikan dasar dan
arah strategic bagi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.
b) Setiap ideology memuat seperangkat
nilai atau suatu ketentuan (preskirpsi) moral.
c) Ideology memuat suatu orientasi pada
tindakan (program aksi), ideology merupakan suatu pedoman kegiatan untuk
mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya.
Dengan memahami makna ideology dengan ketiga unsurnya
seperti di atas dapat ditegaskan bahwa pada setiap ideology terdapat tiga aspek
yang merupakan satu kesatuan yang utuh, yaitu:
1. Adanya suatu realitas yang diyakini
dalam hidupnya (keyakinan hidup)
2. Keyakinan ini dijadikan asas atau
landasan untuk merumuskan tujuan hidup yang dicita-citakannya (cita-cita hidup)
3. Cara atau ajaran yang digunakan
untuk merealisasikan tujuan hidup yang dicita-citakan
Pada pertama kalinya ketika masih dalam konsep, Keyakinan
dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah ini dinamakan ideology Muhammadiyah. Namun
setalah didiskusikan dan ditelaah lebih mendalam akhirnya tim perumus
memutuskan istilah ideology perlu diganti dengan mencari padananya. Dan
akhirnya tim mengganti istilah ideology Muhammadiyah dengan istilah Keyakinan
dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Dalam matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologis terkandung dalam angka 1 dan 2
yang mengandung inti persoalan :
a) Asas : Muhammadiyah adalah gerakan
berasas Islam
b) Keyakinan hidup : bercita-cita dan
bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
c) Ajaran : agama Islam ialah agama
Allah sebagai hidayah melaksanakan “asas” hidayah dan rahmat Allah kepada umat
dalam mencapai cita-cita : manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan
materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
b. Fungsi “asas”
Dalam persoalan ideology atau keyakinan dan cita-cita hidup maka asas / dasar
atau keyakinan hidup berfungsi sebagai sumber yang menentukan bentuk keyakinan
dan cita-cita hidup itu sendiri. Berdasarkan islam, artinya ialah islam sebagai
sumber ajaran yang menentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya. Ajaran islam
yang inti ajaranya berupa kepercayaan “tauhid” membentuk keyakinan dan
cita-cita hidup bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata hanyalah untuk
beribadah kepada Allah SWT, demi untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan
akhirat. Hidup beribadah menurut ajaran islam, ialah hidup bertaqarrub kepada
Allah SWT dengan menunaikan amanahNya serta mematuhi ketentuan-ketentuan yang
menjadi peratutanNya, guna mendapatkan keridhoanNya. Amanah Allah yang
menentukan fungsi dan misi manusia dalam hidupnya di dunia ialah manusia
sebagai hamba Allah dan khalifah (penggantiNya) yang bertugas mengatur dan
membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban untuk
kemakmuranya.
c.
Fungsi “Cita-cita/ Keyakinan”
Dalam persoalan ideology (keyakinan dan cita-cita hidup), cita-cita hidup
berfungsi sebagai kelanjutan atau konsekuensi dari adanya ‘asas”. Hidup yang
berasaskan islam tidak bisa lain kecuali menimbulkan kesadaran dan pendirian
bahwa cita-cita yang akan di capai dalam hidupnya di dunia ini, ialah
terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik guna beribadah kepada Allah
SWT. Dalam hubungan ini Muhammadiyah telah menegaskan cita-cita perjuangannya
dengan rumusan “…sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya” (AD.
Pasal 3). Bagaimana bentuk/ wujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya yang
dimaksud itu, harus di rumuskan dalam satu konsepsi yang jelas, gamblang dan
menyeluruh.
Berdasarkan keyakinan dan cita-cita hidup yang berasas islam dan dikuatkan oleh
hasil penyelidikan secara ilmiah, historis dan sosiologis, Muhammadiyah berkeyakinan
bahwa ajaran yang dapat di gunakan untuk melaksanakan hidup yang sesuai dengan
asasnya dan cita-cita/ tujuan perjuangannya sebagai yang dimaksud, hanyalah
ajaran islam. Dan oleh karena itu, sangat perlu, bahkan mutlak adanya rumusan
secara konkrit, sistematis dan menyeluruh tentang berbagai konsepsi ajaran
islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia atau masyarakat,
sebagai isi dari masyarakat islam yang sebenarnya.
Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, yang persoalan-persoalan pokoknya
sebagaimana telah di uraikan dengan singkat di atas, adalah di bentuk atau di
tentukan oleh pengertian dan pahamnya mengenai agama islam. Agama islam adalah
sumber keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah. Oleh karena itu, paham agama
bagi Muhammadiyah adalah merupakan persoalan yang esensiil bagi adanya
keyakinan dan cita- cita hidup Muhammadiyah.
d. Faham Agama
Agama Islam adalah agama Allah yang
di turunkan kepada rasulnya sejak nabi Adam as hingga nabi terakhir, ialah nabi
Muhammad saw. Sebagai nabi terakhir, ia diutus dengan membawa syariat agama
yang sempurna, untuk seluruh umat manusia sepanjang masa. Maka dari itu agama
yang di turunkan kepada nabi Muhammad saw itulah yang tetap berlaku sampai
sekarang dan untuk masa selanjutnya.
Dasar
Agama
1. Al Qur’an : Kitab Allah yang di
wahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
2. Sunah Rasul : penjelasan dan
pelaksanaan ajaran-ajaran Al Qur’an yang di berikan oleh nabi Muhammad saw.
dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran islam.
Al Qur’an dan sunah rasul sebagai
penjelasannya adalah pokok dasar hukum atau ajaran islam yang mengandung ajaran
yang mutlak kebenarannya. Akal pikiran adalah alat untuk:
a) Mengungkap dan mengetahui kebenaran
yang terkandung dalam Al Qur’an dan sunah rasul.
b) Mengetahui maksud yang tercakup
dalam Al Qur’an dan sunah rasul.
Komentar
Posting Komentar